PILKADA Serentak 2015

07.12 0
peserta pilkada serentak 2015
Jakarta - Tahap pertama pendaftaran untuk pasangan calon peserta PILKADA serentak, sudah dibuka sejak Minggu (26/7) yang lalu dan ditutup pada hari Selasa (28/7) sore. KPU (Komisi Pemilihan Umum) menyatakan bahwa, hingga penutupan Selasa (27/7) sore, ada 705 pasangan calon sudah mendaftar untuk menjadi perserta Pilkada serentak di 269 wilayah di tanah air, sementara itu ada 11 daerah hanya memiliki calon tunggal.

Ketua KPU Husi Kamil Manik mengatakan, jumlah peserta Pilkada serentak itu mendatang itu masih bisa mengalami perubahan karena KPU masih melakukan proses pendataan di tiap daerah yang akan melaksanakan Pilkada 9 Desember mendatang.

Menurut Husni, dari 705 pasangan calon yang telah mendaftarkan diri ikut Pilkada serentak, sebanyak 576 pasangan calon kepala daerah merupakan calon yang memperoleh dukungan partai politik,s edang 129 orang merupakan calon perseorangan.

“Dari jumlah itu sebanyak 605 orang calon kepala daerah merupakan laki-laki dan 55 orang adalah perempuan,” kata Husni kepada wartawan dalam konperensi pers di ruang media center, Rabu (29/7) dini hari.

Mengenai daerah yang hanya memiliki calon tunggal, menurut Husni, masa pendaftaran di daerah tersebut akan diperpanjang.

“Apabila di suatu daerah hanya ada satu (1) pasangan calon atau lebih yang kemudian hanya menyisakan satu pasangan calon atau tidak ada sama sekali yang memenuhi syarat, maka akan ditunda proses tahapannya selama sepuluh hari kemudian dibuka kembali pendaftarannya selama tiga hari,” jelas Husni.

Terkait pendaftaran calon yang diajukan oleh partai yang memiliki dua kepengurusan, Husni menegaskan, KPU hanya akan menerima pendaftaran pasangan calon yang memperoleh dukungan atau diajukan oleh kedua kepengurusan partai tersebut.

“Apabila calon yang diajukan kedua kepengurusan sama maka KPU akan menerimanya, tetapi apabila berbeda atau satu saja kepengurusan yang mendukung maka calon tersebut akan ditolak,” terang Husni.

11 Daerah calon tunggal

Sementara itu Komisioner KPU Ferry Kurnia menambahkan, ada 11 (sebelas)  dari 269 wilayah penyelenggara pilkada serentak yang memiliki calon kurang dari dua pasangan, sementara 1 (satu) wilayah tidak ada calon sama sekali.

Kesebelas daerah yang hanya memiliki pasangan calon tunggal itu, jelas Ferry, adalah Kabupaten Asahan di Sumatera Utara, Kabupaten Serang di Banten, Kabupaten Tasikmalaya di Jawa Barat, Kota Surabaya, Kabupaten Blitar di Jawa Timur, Kabupaten Purbalingga di Jawa Tengah, Kabupaten Pacitan di Jawa Timur, Kabupaten Minahasa Selatan di Sulawesi Utara, Kota Mataram, Kota Samarinda, dan Kabupaten Timur Tengah Utara di NTT.

Sementara daerah yang tidak memiliki pasangan calon sama sekali adalah Kabupaten Bolaang Mongondow Timur di Sulawesi Utara.

ehmm... ,mungkin disebagian daerah menjadi pejabat sudah tidak diminati masyarakat...ya, atau mungkin sudah lagi peduli.. tentulah anda bisa menilainya

Bagaimana Menilai LKPJ Walikota

22.08 0
LKPJ Walikota Cimahi tentunya mengacu kepada PP No. 3 Tahun 2007 tentang LPPD, LKPJ, dan IPPD. Sayangnya tidak ada aturan operasional lainnya yang menjelaskan secara detil sebagai rujukan penyusunan laporan ini, sehingga DPRD sebagai pihak yang diberi mandat menilai/mengkaji LKPJ Kepala Daerah memungkinkan memiliki penafsiran yang berbeda-beda.

Tugas DPRD setelah menerima LKPJ adalah mendalami secara internal sesuai dengan tata tertib. Dalam hal ini DPRD Kota Cimahi telah melakukan pendalaman di tiap komisi. Untuk selanjutnya dibentuk panitia khusus III yang membahas LKPJ Walikota tersebut. Output dari panitia khusus adalah rekomendasi yang berupa catatan-catatan strategis yang berisikan saran, masukan atau koreksi terhadap penyelenggaraan urusan DESENTRALISASI, TUGAS PEMBANTUAN, DAN TUGAS UMUM PEMERINTAHAN.

Ruang lingkup materi LKPJ yang disampaikan Walikota meliputi 5 (lima) hal (kecuali pendahuluan) yakni :

PENDAHULUAN,
KEBIJAKAN PEMERINATAHAN DAERAH,
KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH, PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAHAN (DESENTRALISASI), PENYELENGGARAAN TUGAS PEMBANTUAN, dan TUGAS UMUM PEMERINTAHAN.

Sedang DPRD dalam memberikan rekomendasi ruang lingkup materinya cukup tiga saja yakni PENYELENGGARAAN URUSAN DESENTRALISASI, TUGAS PEMBANTUAN, dan TUGAS UMUM PEMERINTAHAN.



Pertanyaan-nya, kenapa DPRD tidak dapat mengkaji dalam arti tidak memberikan rekomendasi terhadap ruang lingkup materi yang sama sebagaimana yang disampaikan kepala daerah? Kenapa hanya tiga, tidak lima?
Jawabannya adalah karena dua materi kebijakan (kebijakan pemerintahan daerah dan kebijakan umum pengelolaan keuangan daerah), adalah (hanya sebatas) kebijakan, yang sudah tertuang di RPJMD dan KUA dan PPAS APBD TA bersangkutan. Sedang tiga materi lainnya (desentralisasi, tugas pembantuan, dan tugas umum pemerintahan), adalah materi penjabaran dari kebijakan, atau dengan kata lain, materi yang mengekeskusi kebijakan-kebijakan tersebut.
Selanjutnya, bagaimana menilai LKPJ atau materi apa yang akan disampaikan sebagai rekomendasi DPRD?

Seperti yang telah disampaikan, ada 3 (tiga) ruang lingkup materi rekomendasi yakni penyelenggaraan urusan desentralisasi, tugas pembantuan, dan tugas umum pemerintahan. Standar pemberian rekomendasi juga harus jelas, yakni perundangan apa yang menjadi rujukan.
Untuk sistematika dan ruang lingkup materi LKPJ, seyogyanya berpedoman pada PP No. 3 Tahun 2007 baik batang tubuh, penjelasan maupun lampiran peraturan pemerintah tersebut.
Selanjutnya, pedoman untuk menilai materi penyelenggaraan urusan desentralisasi adalah PP No. 38 Tahun 2007 atau Perda yang mengatur tentang urusan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah tersebut, Perda RPJMD, dan RKPD atau APBD tahun anggaran bersangkutan. Tidak lupa pula, untuk menilai materi “permasalahan dan solusi” DPRD dapat menggunakan logika berpikirnya atau aspirasi masyarakat.

Selanjutnya, pedoman untuk menilai penyelenggaraan TUGAS PEMBANTUAN adalah dasar hukum tugas pembantuan yang diterima ataupun yang diberikan. Misalnya, tugas pembantuan dari Kementerian Sosial, tentu ada SK atau Permen pemberian tugas pembantuan itu. Periksa yang menjadi item program dan kegiatan, cocokan dengan yang dilaporkan di LKPJ. Demikian pula PP No. 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan, dapat dijadikan rujukan untuk menilai penyelenggaraan tugas pembantuan. Bisa saja payung hukum yang digunakan (tugas pembantuan yang diterima) atau aturan yang dikeluarkan/diterbitkan (tugas pembantuan yang diberikan) bertentangan dengan PP No. 7 Tahun 2008 tersebut. Nah, hal-hal yang tidak sesuai atau bertentangan dapat menjadi koreksi selanjutnya diberikan saran dan masukan.

Demikian pula, untuk penyelenggaraan tugas umum pemerintahan, berpedoman pada peraturan teknis lainnya, sesuai materi yang dilaporkan . Untuk itu, DPRD harus punya sense of ‘puu’, sensitifitas yang tinggi terhadap peraturan perundang-undangan.
Berikut, (hanya contoh) bagaimana menilai atau memberikan rekomendasi atas LKPJ Kepala Daerah.


Penyelenggaraan Urusan Desentralisasi

Sistematika (poin-poin) yang disampaikan untuk materi penyelenggaraan urusan desentralisasi dalam LKPJ adalah 1) Program dan Kegiatan; 2) Realisasi Pelaksanaan Program dan Kegiatan; dan 3) Permasalahan dan Solusi, terhadap urusan wajib dan urusan pilihan yang dilaksanakan.

Untuk menilai dalam arti memberikan pendapat berupa saran/masukan/koreksi, DPRD mesti melihat apakah urusan dan bidang-bidang yang dilaporkan dalam LKPJ sudah sesuai dengan PP No. 38 Tahun 2007 atau Perda yang mengatur tentang urusan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerahnya? Jika belum sesuai, misalnya urusan wajib yang dilaksanakan mestinya 26, tapi yang dilaporkan hanya 24, maka, tentu harus dikoreksi. Demikian pula, urusan pilihan, seharusnya menurut perda urusan pilihan ada 7, tapi yang dilaporkan hanya 4, maka tentu juga harus dikoreksi. Begitupula urutan bidang-bidang disetiap urusan, mestinya dilaporkan sesuai dengan sistematika dalam PP No. 3 tahun 2007. Misalnya, urusan pendidikan, berada diurutan pertama, selanjutnya kesehatan dan seterusnya.

Apabila, dalam LKPJ urutannya sudah tidak sesuai, misalnya kesehatan, penataan ruang, lalu pendidikan, atau tidak sesuai dengan PP No. 3 tahun 2007, maka tentu hal ini harus dikoreksi. Koreksi itulah yang menjadi bagian dari rekomendasi.
Selanjutnya, untuk menilai dari program dan kegiatan yang dilaksanakan, perhatikan RKPD atau APBD TA bersangkutan. Jika ada program yang dilaksanakan, tapi tidak dilaporkan maka harus menjadi koreksi. Demikian pula dengan realisasi program dan kegiatan, perhatikan prosentase capaiannya. Jika kurang dari 90 persen, maka berarti ada masalah serius hingga realisasi tidak maksimal. Nah, periksa permasalahan dan solusi apa yang disampaikan dalam LKPJ. Jika hal ini tidak relevan (menurut logika DPRD) maka DPRD dapat memberikan masukan dan saran, permasalahan apa dan solusinya harus bagaimana.
Seluruh urusan/bidang yang dilaporkan, sebaiknya ditelaah, dikaji lebih kritis dengan melihat bagaimana realisasi program dan kegiatan tersebut, apa permasalahan yang disampaikan, dan apa solusi yang disampaikan juga. Jika realisasi program kegiatan tidak maksimal, dalam arti tidak mencapai prosentase yang maksimal, kurang dari 90 persen (katakanlah), maka hal ini bisa menjadi koreksi DPRD.

Jika permasalahan dan solusi yang disampaikan, menurut logika DPRD sudah relevan dengan realiasi program dan kegiatan, maka rekomendasi DPRD dapat berupa apresiasi atau dorongan untuk konsisten ditindaklanjuti.

Namun, jika permasalahan dan solusi yang disampaikan, menurut logika DPRD tidak relevan dengan realisasi program dan kegiatan, maka rekomendasi DPRD dapat berupa koreksi, selanjutnya diberikan saran/masukan.



Misalnya :

Salah satu urusan wajib dalam LKPJ yaitu bidang pendidikan.

Dalam LKPJ dilaporkan sejumlah program dan kegiatan dengan realisasi masing-masing program dan kegiatan berupa prosentase serta permasalahan dan solusi. Namun ada program yang realisasinya kurang dari 75% (mis:prog 16 keg no 89), dan dalam laporan itu, tidak dilaporkan secara khusus permasalahan dan solusinya dari program yang realisasinya 75% itu. Sebaliknya, permasalahan dan solusi hanya disampaikan secara umum, tidak program per program. Tentu informasi (laporan) semacam ini akan menyulitkan DPRD untuk menilai program yang realisasinya kurang dari 75% itu.

Untuk itu, untuk kasus seperti ini, DPRD dapat memberikan pendapat berupa koreksi bahwa program yang realisasinya 75% tersebut, semestinya diinformasikan juga permasalahan dan solusinya. Selanjutnya DPRD dapat memberikan saran dan masukan, bahwa LKPJ tahun berikutnya, hal-hal seperti ini agar tidak berulang lagi.
Sebaliknya, DPRD pun dapat memberikan koreksi, jika realisasi program dan kegiatan, permasalahan dan solusinya yang disampaikan tidak relevan menurut logika DPRD.


DPRD pun dapat memberikan saran/masukan berupa program-program kongkrit dibutuhkan masyarakat, tentu landasannya adalah RPJMD. Jika menurut DPRD urusan/bidang yang sudah dilaksanakan realisasinya maksimal, tapi tidak menyentuh substansi permasalahan di daerah, maka itulah saatnya DPRD dapat memberikan rekomendasi (masukan) berupa program yang ril dibutuhkan masyarakat.



Demikian seterusnya setiap urusan, setiap bidang, dan setiap program diberikan rekomendasi, agar SKPD yang melaksanakan urusan/bidang tersebut, dapat memperbaikinya. Karena filosofis rekomendasi DPRD adalah dalam rangka perbaikan dan penyempurnaan penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Penyelenggaraan Tugas Pembantuan

Sama seperti menilai penyelenggaraan urusan desentralisasi, menilai atau memberikan rekomendasi atas penyelenggaraan tugas pembantuan adalah menelaah bagian per bagian dari laporan yang disampaikan. Jika ada bagian dari sistematika yang semestinya dilaporkan tapi tidak dilaporkan dalam LKPJ, atau dilaporkan tapi tidak berurut, maka DPRD dapat memberikan koreksi atas kekeliruan itu.



Bahwa ada pembiayaan program dan kegiatan tugas pembantuan yang diterima sama dengan yang dianggarkan dalam APBD, maka DPRD dapat meminta detil laporannya berupa lokasi realisasi program/kegiatan yang sama nomenklaturnya (misalnya), sebelum memberikan rekomendasi.

Demikian pula penyelnggaraan tugas umum pemerintahan, setiap materi LKPJ, diteliisik bagian per bagian, agar hal-hal yang tidak wajar dapat diberikan pendapat, dan yang wajar dapat diberikan apresiasi. Rekomendasi LKPJ tahun anggaran sebelumnya juga dapat menjadi catatan DPRD memberikan rekomendasi tahun anggaran ini. Bahwa ada rekomendasi yang tidak dilaksanakan ditahun sebelumnya, dapat dibunyikan lagi di rekomendasi tahun berjalan. (Angi)

Diambil dari pks-cimahi.org

PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI No : 1 TAHUN 2002

22.07 0

PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI  

No   : 1 TAHUN 2002

TENTANG

LAMBANG KOTA CIMAHI



DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


WALIKOTA CIMAHI

Menimbang








Mengingat








































:  a.




   b.



:  1.



   2.




   3.





   4.




   5.




   6.


   7.





  
   8.



   9.


 10.



 11.

bahwa dengan ditetapkan Undang-undang Nomor 9 tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Cimahi, maka perlu dimiliki Lambang   Kota   yang    mencerminkan   karakteristik   dan  ciri khas Kota Cimahi;

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana pada huruf a  tersebut di atas, perlu ditetapkan dengan Peraturan Daerah .

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209);
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);

Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848);

Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dari Korupsi, Kolusi, Nepotisme (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3874);

Undang-undang Nomor 9 tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Cimahi (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4116);

Keputusan Presiden Nomor 188 Tahun 1998 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-undang 

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1999 tentang Teknik Penyusunan Perundang-undangan dan Bentuk Rancangan Undang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah, dan Rancangan Keputusan Presiden (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 40);

Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2001 tentang Teknik Penyusunan dan Materi Muatan Produk – produk Hukum daerah;

Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun 2001 tentang Bentuk Produk-produk Hukum Daerah;

Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 2001  tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah;

Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2001 tentang Lembaran Daerah dan Berita Daerah.

Dengan persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA CIMAHI

Menetapkan                PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI TENTANG LAMBANG KOTA CIMAHI

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam hal ini yang dimaksud dengan :

1.      Kota adalah Kota Cimahi;
2.      Pemerintah Kota adalah Pemerintah Kota Cimahi;
3.      Walikota adalah Walikota Cimahi;
4.      Lambang adalah Lambang Kota Cimahi.




BAB II

BENTUK, ARTI DAN UKURAN PERIMBANGAN LAMBANG


Bagian Pertama
Bentuk, Arti Lambang

Pasal 2

(1)    Lambang Kota berbentuk Kubah dengan warna dasar merah bata yang di dalamnya terdapat gambar, warna dan bentuk serta di bagian atas terdapat tulisan “CIMAHI” dan di bagian bawah terdapat tulisan “SALUYU NGAWANGUN JATI MANDIRI” dengan warna putih.

(2)    Lambang Kota terdiri dari 3 (tiga) bagian, dengan perincian sebagai berikut :

1.       Bangun dan tatar    :     Lambang   semangat   yamg   tiada   henti  untuk membangun  kehidupan  kota dan industri yang tertata sistematik dan berkembang

2.       Bukit dan Air         :     Lambang   anugrah   alam   yang  penuh  potensi irama  kehidupan  yang  dinamis

3.       Wadah /Tameng        Keamanan    dan     kenyamanan merupakan kunci  kesinergian dan kesinambungan bekerja dan berkarya



Pasal 3

Makna Bentuk dan Warna dalam Lambang Kota mempunyai arti sebagai berikut :

1.      Kubah jingga,
merupakan semangat yang tiada henti untuk membangun dalam rangka mengantisipasi pertumbuhan dan perkembangan kemandirian, yang didukung secara bersama-sama oleh seluruh potensi sumber daya manusia yang rendah hati dan berilmu, berakhlak dan beretika, sehat, cerdas, kreatif dan inovatif serta produktif.

2.      Bukit biru,
merupakan Anugrah berupa alam yang penuh potensi, dari Tuhan Yang Maha Esa, untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya sehingga mendorong rasa syukur, menumbuhkembangkan ilmu yang selaras, menserasikan rasa keadilan untuk kemakmuran, menciptakan pemerataan dalam keragaman yang sejahtera.

3.      Air Biru jernih,
merupakan sumber kehidupan dalam dinamika masyarakat yang multidimensi, pengayom dan pelindung serta pembawa solusi bagi seluruh warga.

4.      Tatar dan Wadah jingga putih serta dua pilar bangun hijau,
merupakan bentuk kesinambungan antara agama dan Darigama dalam pembangunan rohani dan jasmani, menumbuhkembangkan rasa cinta, ketulusan sekaligus kebanggaan terhadap nusa dan bangsa, tanah air, serta ibu pertiwi, dengan tatanan wilayah yang kondusif, strategis dan sinergis, memiliki struktur dan sistem yang bertumpu sendi politik, ekonomi, sosial kemasyarakatan, budaya dan berorientasi ke masa depan.



5.      Tameng (perisai),

merupakan ungkapan totalitas citra bentuk rasa aman dan nyaman, serasi dalam keselarasan, dinamis dalam keharmonisan, kuat dan taat dalam kemandirian

Pasal 4

Bentuk, Warna dan Ukuran Lambang sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Daerah ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan.


BAB III

JENIS DAN TATA CARA PENGGUNAAN LAMBANG KOTA


Pasal 5

(1)   Jenis Penggunaan Lambang Kota.
a.       Panji
b.      Bendera
c.       Logo
d.      Badge (bet)
e.       Lencana
f.       Vandel/Tropy
g.      Stiker
h.      Plakat
i.        Stempel/Cap

(2)   Tata cara Penggunaan Lambang Kota

a.       Panji
Ditempatkan di dalam ruang kerja Walikota Cimahi, Ketua DPRD Kota Cimahi berada di sebelah kiri meja sejajar dengan Bendera Merah Putih.

b.       Bendera
Ditempatkan di dalam ruang kerja Kepala Dinas/Instansi/ Lembaga Kota/Kecamatan/Kelurahan/Desa dan Gedung Pertemuan Resmi berada di sebelah kiri meja/podium sejajar dengan Bendera Merah Putih.
c.       Logo
1.       Pada Gedung Pemerintah Kota, Gedung Sidang DPRD, Kantor BUMD, Rumah Dinas Kota, ditempatkan pada bagian atas, sedapat mungkin terlindungi dan dipandang pantas;

2.       Pada Kop Surat Resmi Kota/Dinas/Instansi/Lembaga Kota, diletakan pada kiri atas surat;

3.       Pada piagam ditempatkan di bagian tengah atas;

4.       Pada Batas Kota/Wilayah, ditempatkan pada bagian atas tengah Gerbang atau Tugu;

d.      Badge (bet)
1.      Pada baju seragam Dinas Kota, ditempatkan pada lengan kiri atas

2.      Pada seragam kontingen Kota, ditempatkan pada dada sebelah kiri.

e.       Lencana
1.       Pada Peci, disematkan pada sebelah kiri tengah depan

2.       Pada Topi, disematkan di tengah-tengah bagian depan;

3.       Pada PSH/PSL/PSR, disematkan pada bagian atas saku kiri;

4.       Lencana dipergunakan hanya dalam hari-hari dinas baik di dalam dan atau pada waktu melaksanakan tugas dinas luar dan tugas kunjungan kerja.

f.        Vandel/Tropy
Ditempatkan di tengah atau di atas.

g.       Stiker
Ditempatkan pada tempat sesuai dengan fungsi stiker

h.       Plakat
Ditempatkan di tengah-tengah atau di atas

i.         Stempel dan Cap
      Dipergunakan pada hal – hal yang sesuai dengan fungsi stempel dan cap


BAB IV

PENGGUNAAN DAN PEMBUATAN LAMBANG KOTA OLEH UMUM


Pasal 6

(1)    Penggunaan dan Pembuatan Lambang Kota oleh umum sebelumnya harus memperoleh ijin dari Walikota Cimahi dan dibuat tembusannya kepada Ketua DPRD Kota Cimahi;

(2)    Tata cara perijinan sebagaimana tercantum dalam ayat (1) tersebut di atas diatur melalui Keputusan Walikota.



BAB V

LARANGAN

Pasal 7

(1)    Dilarang menggunakan, membuat, merubah Lambang Kota yang bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Daerah ini;

(2)    Pada Lambang Kota dilarang merusak, merubah bentuk warna, ukuran dan tulisan termasuk memuat, mengurangi dan menghilangkan huruf, kalimat, angka, gambar atau tanda-tanda lainnya selain yang ditetapkan dalam Pertauran Daerah ini;

(3)    Dilarang menggunakan Lambang Kota sebagai Cap Dagang, Reklame, perdagangan atau propaganda politik dengan cara apapun juga termasuk memperdagangkan Lambang Kota yang tidak sesuai dengan Peraturan Daerah yang dapat merendahkan kedudukan Lambang Kota.

Pasal 8

Lambang Kota tidak boleh dipergunakan sebagai identitas resmi atau suatu perkumpulan, organisasi, atau Perusahaan swasta.

Pasal 9

(1)    Barang siapa yang melanggar, ketentuan Pasal 6, 7 dan 8 Peraturan Daerah ini diancam pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 5.000.000,- (Lima juta rupiah);

(2)    Tindak pidana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini adalah pelanggaran.

Pasal 10

Penyidikan terhadap pelanggaran Peraturan Daerah ini dilaksanakan oleh Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia dan atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kota yang pangkatnya sesuai dengan Perundang-undangan.

BAB VI

KETENTUAN PIDANA DAN PENYIDIKAN


Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud Pasal 10 Peraturan Daerah ini mempunyai wewenang dan kewajiban sebagai berikut :

a.       Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana ;
b.      Melakukan tindakan pertama pada saat itu di tempat kejadian dan melakukan pemeriksaan ;
c.       Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka;
d.      Melakukan penyitaan benda dan atau surat;
e.       Mengambil sidik jari dan memotret tersangka;
f.       Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
g.      Mendatangkan orang ahli dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
h.      Mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk dari penyidik bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui penyidik memberitahukan hal tersebut kapada Penuntut Umum, tersangka atau keluarganya;
i.        Melakukan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggung jawabkan.




BAB VII

KETENTUAN PENUTUP


Pasal 11

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatan dalam Lembaran Daerah Kota Cimahi.


Ditetapkan di    C I M A H I
pada  tanggal  21 Nopember 2002

WALIKOTA CIMAHI


Ttd

ITOC TOCHIJA
Diundangkan di   C I M A H I
pada tanggal   22 Nopember 2002