Analisis Terhadap Kinerja Implementasi Kebijakan Kota Layak Anak Ditinjau Dari Sisi Tipe Kebijakan Dan Model Implementasi
![]() |
Kota Layak Anak |
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Anak
merupakan potensi yang sangat penting, generasi penerus masa depan
bangsa, penentu kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang akan
menjadi pilar utama pembangunan nasional, sehingga perlu ditingkatkan
kualitasnya dan mendapatkan perlindungan secara sungguh-sungguh dari
semua elemen masyarakat. SDM yang berkualitas tidak dapat lahir
secara alamiah, bila anak dibiarkan tumbuh dan berkembang tanpa
perlindungan, maka mereka akan menjadi beban pembangunan karena akan
menjadi generasi yang lemah, tidak produktif dan tidak kreatif,
sedangkan jumlah mereka lebih dari sepertiga penduduk Indonesia. Makanan
dan pakaian saja belum cukup untuk menjadikan anak sebagai media
persemaian SDM yang berkualitas, kreatif, berdaya saing tinggi yang
memiliki jiwa nasionalisme dan pekerti luhur. Perlu adanya kesadaran
yang tinggi dan kemauan politik yang kuat untuk menciptakan lingkungan
yang peduli dan responsif terhadap kepentingan dan kebutuhan anak.
Terdapat
kesenjangan yang lebar antara kondisi anak-anak Indonesia saat ini
dengan kondisi yang seharusnya sudah kita capai dalam rentang waktu 66
tahun kemerdekaan bangsa ini. Setiap kali kita menelaah masalah sosial
anak selalu timbul keprihatinan yang mendalam, seperti banyak anak-anak
yang terpaksa menanggung resiko akibat dari kelalaian atau
ketidakmampuan orang dewasa dalam melindungi mereka, kebijakan
pemerintah dalam merencanakan pembangunan yang tidak peduli anak. Secara
individu, jutaan anak menghadapi resiko busung lapar dan ketidakcukupan
nutrisi yang mengancam pertumbuhan dan masa depannya. Angka kematian
bayi 32 perseribu kelahiran hidup (2005), masih sangat tinggi. Mereka
menghadapi ketidakpastian untuk hal-hal mendasar yang seharusnya menjadi
hak mereka seperti kepemilikan akta kelahiran, akses terhadap
pendidikan yang terjangkau, terbebas dari perlakuan salah, kekerasan
ekonomi, seksual dan psikis.
Secara sosial, anak-anak tidak berdaya menghadapi gelombang sajian iklan
dan pemandangan kehidupan konsumerisme yang sangat kapitalistik yang
merugikan perkembangan jiwa anak-anak secara langsung maupun tidak
langsung. Misalnya saat ini terdapat 43 juta anak mejadi perokok pasif.
Komnas perlindungan anak melaporkan bahwa 99,7 persen anak-anak terpapar
iklan rokok, hasil survey Global Youth Tobacco Survey di Indonesia
12,6% siswa smp adalah perokok, 3,2 % diantaranya tergolong kecanduan.
Umur perokok pemula bergeser dari usia 10 tahun menjadi 7-9 tahun.
Sejak
tahun 2006 hingga saat ini rata-rata terdapat 2 sampai 4 anak mengalami
tindak kekerasan setiap hari. Lebih dari seperempat anak perempuan
mengalami perkosaan. Jumlah anak yang berkonflik dengan hukum
mencapai 4.277 anak, hal ini berarti setiap hari terdapat 11 s.d 12 anak
berkonflik dengan hukum (Bareskrim Polri), sementara itu anak yang
hidup di penjara hingga saat ini mencapai 13.242 anak. Di sektor
pendidikanpun anak-anak masih banyak yang tidak mampu untuk melanjutkan
pendidikan. Angka partisipasi murni sekolah menengah pertama
sebesar 65,37% tahun 2005. Padahal seharusnya dengan program wajib
belajar 9 tahun, semua anak Indonesia.
Kota-kota
di Indonesia, saat ini, mengalami pertumbuhan setiap tahun rata-rata
4,4% (UNICEF, 2007: 123), akibat dari pertumbuhan penduduk dan migrasi
penduduk desa ke kota sehingga kota yang tidak terkendali. Akibatnya
penyediaan pelayanan dasar, perumahan, pendidikan, kesehatan, dan
peluang untuk kerja semakin sulit. Jumlah penduduk dalam kategori anak,
yaitu <18 tahun, saat ini 75.641.000 anak, jumlah anak yang berusia
dibawah lima tahun 21.571.000 anak, Mereka merupakan kelompok yang
rentan mengalami berbagai masalah social (UNICEF, 2007: 123), karena
mereka selalu mengahadapi resiko kekerasan baik di rumah, di sekolah, di
tempat bermain, maupun ditempat-tempat umum seperti tempat rekreasi,
terminal, stasiun, tempat-tempat ibadah dll. Selain itu, ruang bermain
anak belum tersedia dalam jumlah yang cukup karena belum menjadi
prioritas pembangunan pemerintah kabupaten/kota, belum adanya rute yang
aman bagi anak ke sekolah maupun ke tempat-tempat aktivitas anak
lainnya, yang ditandai dengan merebaknya berbagai kasus kekerasan
terhadap anak. Hal lain, masih terbatasnya kebijakan pemerintah untuk
menyatukan isu hak ke dalam perencanaan pembangunan kabupaten/kota,
serta belum teritegrasinya hak perlindungan anak ke dalam pembangunan
kabupaten/kota.
Salah
satu penyebab dari munculnya berbagai masalah sosial tersebut antara
lain adalah belum adanya kebijakan pemerintah mengenai kabupaten dan
kota layak anak (KLA) yang mengintegrasikan sumberdaya pembangunan untuk
memenuhi hak anak. Lahirnya kebijakan KLA, diharapkan dapat menciptakan
keluarga yang sayang anak, rukun tetangga dan rukun warga atau
lingkungan yang peduli anak, kelurahan dan desa layak anak dan kecamatan
atau kabupaten/kota yang layak bagi anak sebagai prasyarat untuk
memastikan bahwa anak-anak tumbuh dan berkembang dengan baik,
terlindungi haknya dan terpenuhi kebutuhan pisik dan psikologisnya.
Untuk
mewujudkan KLA tersebut, maka pemerintah kabupaten/kota perlu melakukan
berbagai upaya pengintegrasian sumber daya, isu-isu perlindungan dan
peningkatan kualitas anak ke dalam dokumen perencanaan dan
implementasi pembangunan pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah
kabupaten/kota. Oleh karena itu maka perlu adanya analisis terhadap
kinerja implementasi kebijakan kota layak anak, salah satunya Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2009 Tentang Kebijakan Kabupaten/Kota Layak Anak di tinjau dari sisi tipe kebijakan dan model implementasi.
B. PERUMUSAN MASALAH
Bagaimana implementasi Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2009 Tentang Kebijakan Kabupaten/Kota Layak Anak di tinjau dari sisi tipe kebijakan dan model implementasi ?
C. PEMBAHASAN
1. Tipe Kebijakan
a. Landasan
Menurut Riant Nugroho (2009) berdasarkan tujuan, tipe kebijakan publik dapat dibedakan menjadi :
1) Kebijakan regulatif vs deregulatif atau restriktif vs nonrestriktif
2) Kebijakan alokatif /distributif vs redistributif
3) Dinamisasi vs stabilisasi
4) Memperkuat negara vs memperkuat pasar
Ø Kebijakan Regulatif
Kebijakan yang mengandung paksaan dan diterapkan secara langsung terhadap individu. Kebijakan ini bertujuan mencegah individu tidak melakukan tindakan yang tidak diperbolehkan atau yang dapat mengganggu kepentingan/ ketertiban umum.
Ø Kebijakan Deregulatif
Kebijakan yang menetapkan hal-hal yg dibebaskan dari pembatasan (non restriktif).
Ø Kebijakan Distributif
Kebijakan yang berkenaan dengan anggaran atau keuangan publik digunakan untuk memecahkan masalah distributive agar mendapatkan manfaat secara langsung pada individu/ kelompok/ komunitas tertentu. Masalah distribusi mencakup sejumlah kecil orang dan dapat ditanggulangi satu persatu. Fungsi distribusi adalah pemerataan kesejahteraan.
Ø Kebijakan Redistributif
Kebijakan yang dibuat untuk memecahkan masalah redistributive, yaitu masalah yang menghendaki perubahan sumber-sumber antara kelompok/ kelas-kelas dalam masyarakat.
Ø Kebijakan Dinamisasi
Kebijakan ini bersifat menggerakkan sumber daya nasional untuk mencapai kemajuan tertentu yang dikehendaki.
Ø Kebijakan Stabilisasi
Bersifat mengerem dinamika yg terlalu cepat agar tidak merusak sistem yang ada, baik sistem politik, keamanan, ekonomi, maupun sosial.
Ø Kebijakan Memperkuat Negara
Kebijakan yang mendorong lebih besar peran negara. Misal: kebijakan pendidikan nasional yang menjadikan negara sebagai pelaku utama pendidikan nasional ketimbang public.
Ø Kebijakan Memperkuat Pasar
Kebijakan yang mendorong lebih besar peran publik atau mekanisme pasar daripada peran negara. Misal : privatisasi BUMN, privatisasi PTN, dll
Sedangkan berdasar aspek perubahan, tipe kebijakan public dapat dibedakan menjadi :
Ø Kebijakan Fundamental
Kebijakan yang dimaksudkan untuk melakukan perubahan pada aspek fundamental (nilai dan simbol) pada masyarakat yang diberlakukan secara luas.
Ø Kebijakan Nonfundamental
Kebijakan yang dimaksudkan untuk melakukan perubahan pada aspek nonfundamental dan berlaku pada lingkup yang lebih terbatas.
b. Mengidentifikasi Tipe Kebijakan dan Masalah yang Hendak Dipecahkan
Ditinjau dari aspek pembagian tipe kebijakan publik berdasarkan aspek perubahan, maka Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2009 Tentang Kebijakan
Kabupaten/Kota Layak Anak termasuk tipe kebijakan fundamental.
Dikarenakan kebijakan tentang Kabupaten/Kota Layak Anak melakukan
perubahan pada aspek nilai, dari yang dahulunya pembanguan tidak
mempedulikan anak-anak menjadi pembangunan kabupaten/kota yang responsif
terhadap kehidupan anak-anak. Kebijakan ini bertujuan meningkatkan
komitmen pemerintah, masyarakat dan dunia usaha di kabupaten/kota
dalam upaya mewujudkan pembangunan yang peduli terhadap anak, kebutuhan
dan kepentingan terbaik bagi anak; mengintegrasikan potensi sumber daya
manusia, keuangan, sarana, prasarana, metoda dan teknologi yang pada
pemerintah, masyarakat serta dunia usaha di kabupaten/kota dalam
mewujudkan hak anak; mengimplementasi kebijakan perlindungan anak
melalui perumusan strategi dan perencanaan pembangunan kabupaten/kota
secara menyeluruh dan berkelanjutan sesuai dengan indikator kota layak
anak; dan memperkuat peran dan kapasitas pemerintah kabupaten/kota dalam
mewujudkan pembangunan di bidang perlindungan anak.
Yang dimaksud dalam Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2009 pengertian anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Sedangkan Kabupaten/Kota
adalah pembagian wilayah administrasi di Indonesia setelah Provinsi
yang dipimpin oleh seorang Bupati/Walikota, dan dalam konteks Peraturan
ini kabupaten/kota adalah pembagian wilayah administrasi dan geografi
termasuk kecamatan, kelurahan/desa, kawasan tertentu, rumah tangga dan
keluarga. Definisi layak dalam
peraturan ini adalah kondisi fisik dan non fisik suatu wilayah dimana
aspek-aspek kehidupannya memenuhi unsur-unsur yang diatur dalam Konvensi
Hak Anak dan/atau Undang-Undang Perlindungan Anak. Kabupaten/Kota
Layak Anak yang selanjutnya disebut KLA adalah sistem pembangunan satu
wilayah administrasi yang mengintegrasikan komitmen dan sumberdaya
pemerintah, masyarakat dan dunia usaha yang terencana secara menyeluruh
dan berkelanjutan dalam program dan kegiatan pemenuhan hak anak. Kebijakan
Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) adalah pedoman penyelenggaraan
pembangunan Kabupaten/Kota melalui pengintegrasian komitmen dan
sumberdaya pemerintah, masyarakat, dan dunai usaha yang terencana secara
menyeluruh dan berkelanjutan untuk memenuhi hak anak. Rencana
Aksi Daerah KLA yang selanjutnya disebut RAD KLA adalah dokumen
rencana yang memuat program/kegiatan secara terintegrasi, dan terukur
yang dilakukan oleh SKPD dalam jangka waktu tertentu, sebagai instrumen
dalam mewujudkan KLA.
Peraturan
Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia Nomor 02 Tahun
2009 ini bermaksud untuk memecahkan permasalahan-permasalahan yang
terjadi dalam hal :
Ø Upaya mewujudkan pembangunan yang responsif terhadap
hak (hak untuk tempat tinggal, hak untuk mendapatkan keleluasaan
pribadi, hak untuk mendapatkan rasa aman, hak untuk mendapatkan
lingkungan yang sehat, hak untuk bermain, hak untuk mendapatkan
pendidikan, hak untuk memperoleh pelayanan transportasi umum), kebutuhan
dan kepentingan terbaik bagi anak.
Ø Peran
dan kapasitas pemerintah kabupaten/kota dalam mewujudkan pembangunan di
bidang perlindungan anak (bidang kesehatan, pendidikan, perlindungan,
infrastruktur, lingkungan hidup dan pariwisata baik secara langsung
maupun tidak langsung berhubungan dengan implementasi hak anak
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Anak).
c. Analisis Kinerja (Keberhasilan/Kegagalan) Dilihat dari Tipe Kebijakan
Keberhasilan
Semakin
banyak daerah yang telah memiliki peraturan daerah yang mendukung,
secara langsung maupun tidak, terhadap upaya perlindungan anak. Hal ini
merupakan indikasi yang positif terhadap pelaksanaan kebijakan kota
layak anak. Isu kesejahteraan dan perlindungan anak telah masuk dalam
rencana strategis Kemeterian Negara Pemberdayaan Perempuan RI sehingga
pelaksanaan kebijakan kota layak anak mendapat kepastian dari sisi
prioritas dan keberlanjutannya.
Kegagalan
Kebijakan
kota layak anak merupakan implementasi dari perlindungan anak, kondisi
sosial ekonomi di Indonesia, belum sepenuhnya kondusif seperti
kemiskinan, krisis energi, yang menyebabkan pelanggaran terhadap hak
anak meningkat, misalnya meningkatnya anak putus sekolah, meningkatnya
jumlah anak bekerja, selain itu kekerasan terhadap anak juga meningkat.
1. Model Implementasi Kebijakan Publik
a. Secara umum model implementasi kebijakan publik dapat dibedakan menjadi beberapa macam yaitu :
1) Command-control dan mekanisme pasar
Ø Model command-control memposisikan lembaga publik sebagai lembaga tunggal yg mempunyai monopoli atas mekanisme paksa dan tidak ada mekanisme insentif bagi yang menjalani, namun ada sanksi bagi yg menolak melaksanakan atau melanggarnya. Model ini juga bisa disebut Zero-Minus Model. Model kebijakan ini, efektif untuk kebijakan strategis, regulatif-protektif dan redistributif seperti anti terorisme, anti narkoba, anti rokok, dan pajak.
Ø Model mekanisme pasar diberikan bagi yg menjalani, dan bagi yang tidak menjalankan tidak mendapatkan sanksi, namun tidak mendapat insentif. Model ini juga bisa disebut Zero-Plus model. Cocok untuk kebijakan distributif : transmigrasi, KB, konversi minyak tanah ke gas, dsb.
2) Top Down dan Bottom-Up
Ø Model top down, yang mana proses implementasi dari sisi vertikal dan terpusat mengikuti struktur hirarki birokrasi (Hill, 2009). Formulasi kebijakan dibuat oleh lembaga tinggi negara (top level institutions). Implementasi dan evaluasi kebijakan dilaksanakan oleh institusi pelaksana (birokrasi) (Sabatier, 1986). Menggunakan pola yang dikerjakan oleh pemerintah untuk rakyat, dimana partisipasi lebih berbentuk mobilisasi. Implementasi merupakan proses delivery mechanism. Efektif untuk kebijakan yg sangat strategis dan berhubungan dengan keselamatan hidup dan keamanan negara atau kebijakan regulatif-protektif : anti terorisme, anti narkoba, UU Lalu Lintas, dsb.
Ø Model bottom-up, Model implementasi kebijakan dimana kebijakan dibuat oleh pemerintah, namun pelaksanaannya dilakukan oleh rakyat (Riant Nugroho,2004). Efektif
untuk program yang membutuhkan partisipasi masyarakat : kebersihan
lingkungan, program –program pemberdayaan, program sosial, wajib
belajar, dsb
3) Hibrid
Memadukan model top down dan bottom-up. Kebijakan dibuat pemerintah dan dilakukan oleh pemerintah bersama rakyat. Cocok untuk kebijakan yang butuh “win-win solusition” atau isu simbolik : penataan PKL, KB, Pertahanan Rakyat Semesta, dsb. Asumsi yang digunakan adalah kebijakan adalah sesuatu yang berkembang, bersifat evolusioner dan implementasi pasti mereformulasi sekaligus menjalankan kebijakan.
b. Mengidentifikasi Model Implementasi Kebijakan
Dari gambaran umum model implementasi kebijakan publik, kebijakan Kabupaten/Kota Layak Anak yang termuat di dalam Peraturan
Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia Nomor 02 Tahun
2009, maka dapat disimpulkan peraturan tersebut menggunakan model
implementasi top-down. Yang mana kebijakan ini dibuat oleh Kementrian
Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia, dengan kata lain pihak kementrian sebagai perumus dan penetap kebijakan nasional dan memfasilitasi kebijakan Kabupaten/Kota Layak Anak, Selain itu Kementrian Negara juga melakukan fungsi koordinasi dalam pelaksanaan kebijakan Kabupaten/Kota
Layak Anak. Sedangkan yang melaksanakan atau sebagai pelaksana utama
(implementator) dari kebijakan ini adalah pemerintah kabupaten/kota.
Tidak hanya sebagai implementator pemerintah
kabupaten/kota juga bertanggung jawab dalam membuat kebijakan dan
menyusun perencanaan, pemantauan, evaluasi, pelaporan, dan memobilisasi
potensi sumber daya untuk pengembangan Kabupaten/Kota Layak Anak.
c. Analisis Kinerja (Keberhasilan/Kegagalan) Dilihat dari Model Implementasi
Keberhasilan
Semaraknya
jumlah lembaga-lembaga sosial yang bergerak di bidang pendidikan anak,
seperti pendidikan anak usia dini (PAUD), Taman Kanak-Kanak, Kelompok
bermain merupakan indikasi meningkatnya kesadaran
masyarakat di bidang perlindungan anak. Hal ini disebkan tujuan dan
sasaran kebijakan dirumuskan secara jelas dan bisa dipahami dengan baik
oleh lembaga non pemerintahan maupun masyarakat.
Kegagalan
Rendahnya
frekuensi sosialisasi peraturan di bidang anak menyebabkan pemahaman
dan pengetahuan masyarakat mengenai pentingnya perlindungan dan
pemenuhan hak terbatas.
KESIMPULAN
Diketahui bahwa perlindungan anak merupakan isu pembangunan lintas program (cross-cutting issues)
sehingga perlu adanya kebijakan yang mengintegrasikan berbagai program
pembangunan yang berhubungan dengan anak di kabupaten/kota. Oleh karena
itu pemerintah mengeluarkan kebijakan Kota Layak Anak (KLA) yaitu
kebijakan untuk mengintegrasikan berbagai sumber daya pembangunan dan
pengintegrasian berbagai kebijakan perlindungan anak yang sudah ada di
kabupaten/kota secara terencana dan menyeluruh untuk memenuhi hak anak.
Kebijakan yang perlindungan anak yang sudah ada di kabupaten/kota berupa Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2009 Tentang Kebijakan Kabupaten/Kota Layak Anak. Ditinjau dari aspek pembagian tipe kebijakan publik berdasarkan aspek perubahan, maka peraturan
ini termasuk tipe kebijakan fundamental. Dikarenakan kebijakan tentang
Kabupaten/Kota Layak Anak melakukan perubahan pada aspek nilai, dari
yang dahulunya pembanguan tidak mempedulikan anak-anak menjadi
pembangunan kabupaten/kota yang responsif terhadap kehidupan anak-anak. Kebijakan
KLA juga bersifat dinamis sehingga memungkinkan untuk dilaksanakan di
wilayah yang infrastrukturnya telah lengkap maupun yang masih kurang.
Hal-hal yang secara operasonal diperlukan namun belum diatur dalam
kebijakan KLA ini maka terbuka kemungkinan untuk diadakan perbaikan
sesuai dengan perubahan sosial dan dinamika kebutuhan masyarakat dan
anak.
Sedangkan dari gambaran umum model implementasi kebijakan publik, kebijakan Kabupaten/Kota Layak Anak yang termuat di dalam Peraturan
Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia Nomor 02 Tahun
2009, maka dapat disimpulkan peraturan tersebut menggunakan model
implementasi top-down. Yang mana kebijakan ini dibuat oleh Kementrian
Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia dan yang
melaksanakan atau sebagai pelaksana utama (implementator) dari kebijakan
ini adalah pemerintah kabupaten/kota.
Pengintegrasian
sumberdaya pembangunan dan pengintegrasian pelaksanan kebijakan
perlindungan anak yang sudah ada dalam suatu wadah dan semangat
menciptakan kabupaten/kota layak anak, memerlukan adanya pemahaman dan
kesadaran yang sama tentang Undang-Undang Perlindungan Anak, Konvensi
Hak Anak dan kebijakan kota layak anak. Pemahaman dan kesadaran tersebut
harus dibangun secara sinergis antar dan sesama pemangku kepentingan
pembangunan kabupaten/kota di bidang anak antara lain aparat pemerintah
termasuk hakim, jaksa dan polisi, lembaga swadaya masyarakat, khususnya
yang bekerja di bidang perlindungan anak, sektor swasta dan dunia usaha, tokoh masyarakat pemerhati anak, organisasi kepemudaan, pramuka, guru, orang tua, dan anak-anak.
Keberhasilan
pelaksanaan kebijakan KLA akan sangat ditentukan oleh adanya saling
pengertian dan kerjasama seluruh pemangku kepentingan di setiap
tingkatan pembangunan dengan kepemimpinan pemerintah kabupaten/kota yang
memiliki komitmen terhadap investasi sumber daya manusia. Pelaksanaan
kebijakan KLA memerlukan berbagai persyaratan, namun demikian inisiatif
pelaksanaan kebijakan tersebut tidak perlu menunggu seluruh persyaratan
tersebut terpenuhi. Apabila prasyarat KLA sudah terpenuhi, maka
pelaksanaan substansi kebijakan KLA sudah dapat dimulai, meskipun dalam
skala yang sangat kecil, misalnya di lingkungan rumah tangga atau
keluarga, di lingkungan sekolah atau lembaga-lembaga pendidikan
informal, di tempat-tempat pelayanan umum seperti rumah sakit, klinik,
terminal, stasiun kereta api, pelabuhan laut dan udara, dan
perpustakaan.
Sumber : pedoman kebijakan kabupaten/ kota layak anak